Rabu, 18 Agustus 2010

ULANG TAHUN

Pada suatu hari,ada sebuah keluarga kaya yang sedang sibuk mempersiapkan pesta ulang tahun anaknya yang ke 13.Mereka mempersiapkan pesta ini dengan semeriah mungkin.Keluarga ini merupakan keluarga yang terhormat.dimana sang ayah merupakan seorang pejabat daerah dan memiliki perkebunan yang sangat luas di kalimantan dan sumatera.

ketika hari bahagia itu tiba,pihak keluarga mengundang semua teman anaknya tersebut. acaranya pun dimulai.terdapat banyak sambutan dari pihak keluarga dan teman-teman anaknya tersebut.

salah seorang temannya bertanya kepada dia."kamu sudah dewasa,kamu menginginkan apa di hari bahagiamu ini?"

sang anak pun menjawab,"aku bingung mau minta apa!"

"mengapa bingung?kamu memiliki orang tua yang kaya.segala yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan dengan mudah."

sang anak menjawab,"itu yang membuat saya bingung.saya sudah 13 tahun hidup di dunia.segala kebutuhan saya sudah lengkap.tapi saya dari dulu cuma berharap 1 hal"

"apa itu?",kata sang teman.

"saya ingin mendapatkan kado bagaimana cara saya mensyukuri atas segala yang saya dapatkan.Karena menurut saya bersyukur itu lebih mudah dilakukan.namun setiap manusia belum tentu bisa melakukannya",jawab sang anak.

semua hadirin di pesta tersebut terkejut dengan jawaban dari sang anak.Mereka tidak menyangka bahwa sang anak mengharapkan hal yang di luar dugaan.

orang tua sang anak pun meneteskan air mata bahagia mendengar ucapan sang anak.Mereka merasa bangga bahwa sang anak tidak menjadi orang yang sombong akan harta

Selasa, 10 Agustus 2010

Sabarlah....

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.

“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.

“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”

“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.

“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,

“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”

“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.

“Abang yakin?”

“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.

“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

“Apa kabar mang Udin?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,

“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”

“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.

“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.

“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.

“Tidak.”

“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik

Jumat, 06 Agustus 2010

Selamat untuk Asep Kurniawan sebagai Peraih Medali Emas Kejurnas 2010 6 08 2010

Keluarga Besar SMP N 98 Jakarta mengucapkan selamat kepada Asep Kurniawan yang telah meraih medali emas kelas under 58 Kg di Kejurnas Junior & Senior 2010 yang dilangsungkan di GOR Ken Arok, Malang. Semoga karir Asep di Taekwondo semakin sukses.

Pada hari kamis, tanggal 5 agustus kemarin, kami mendapatkan kabar bahwa Asep yang merupakan Alumni SMP N 98 tahun 2005 Jakarta ini berhasil mendapatkan emas setelah mengalahkan rival terberatnya, yaitu Ramdoni dari Provinsi Banten.

Asep Kurniawan Sang Juara

“Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan medali emas pada kejurnas ini dan saya mengucapkan terima kasih atas doa dari rekan-rekan taekwondoin Kota Depok” ujar Asep via telepon kepada manager Bang Day Dojang Taekwondo, Sabeum Arie Pratama.

Sebelum Kejurnas ini Asep Kurniawan pun berhasil meraih medali emas di PORDA Jawa Barat 2010 mewakili Kota Depok. Semoga dengan prestasi Asep di tingkat nasional ini dapat memberikan motivasi kepada taekwondoin Bang Day Dojang khususnya dan kepada taekwondoin Kota Depok pada umumnya.

Kamis, 29 Juli 2010

SEJARAH JEMBATAN AMPERA

Ide untuk menyatukan dua daratan di Kota Palembang ”Seberang Ulu dan Seberang Ilir” dengan jembatan, sebetulnya sudah ada sejak zaman Gemeente Palembang, tahun 1906. Saat jabatan Walikota Palembang dijabat Le Cocq de Ville, tahun 1924, ide ini kembali mencuat dan dilakukan banyak usaha untuk merealisasikannya. Namun, sampai masa jabatan Le Cocq berakhir, bahkan ketika Belanda hengkang dari Indonesia, proyek itu tidak pernah terealisasi. Pada masa kemerdekaan, gagasan itu kembali mencuat. DPRD Peralihan Kota Besar Palembang kembali mengusulkan pembangunan jembatan kala itu, disebut Jembatan Musi dengan merujuk na-ma Sungai Musi yang dilintasinya pada sidang pleno yang berlangsung pada 29 Oktober 1956. Usulan ini sebetulnya tergo-long nekat sebab anggaran yang ada di Kota Palembang yang akan dijadikan modal awal hanya sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuk panitia pembangunan, yang terdiri atas Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya. Tim ini melakukan pendekatan kepada Bung Karno agar mendukung rencana itu. Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).

Pembangunan jembatan ini dimulai pada tanggal 16 September 1960, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana pampasan perang Jepang. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.

Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.

Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Menunggu Wajah Baru Jembatan Ampera

Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera ini. Tapi usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat.

Keistimewaan
Meskipun jembatan ini su
dah tidak bisa diangkat bagian tengahnya, kapal yang tidak terlalu tinggi masih bisa melewati kolongnya

Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan ini bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat dibawahnya tidak tersangkut badan jembatan. Bagian tengah jembatan dapat diangkat dengan peralatan mekanis, dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton di dua menaranya. Kecepatan pengangkatannya sekitar 10 meter per menit dengan total waktu yang diperlukan untuk mengangkat penuh jembatan selama 30 menit.

Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.

Sejak tahun 1970, aktivitas turun naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.

Pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara jembatan ini diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua beban pemberat ini.

Senin, 26 Juli 2010

PALEMBANG

Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di bagian barat Kota Palembang, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan dari prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi[2]. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Kota ini diserang beberapa kali oleh kekuatan asing, dimana kerusakan terparah terjadi saat penyerangan pasukan Jawa tahun 990 dan invasi kerajaan Chola tahun 1025. Namun sekarang kota ini tengah berbenah dan semakin mempercantik diri untuk menjadi sebuah kota internasional.

Kota Palembang sendiri sampai saat ini menjadi pusat wisata air terindah yang berjuluk "Venice of the East".

ASAL USUL PEDAMARAN, PALEMBANG

Kecamatan Pedamaran merupakan salah satu kota potensial dengan berbagai kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan budaya yang dimilikinya di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Hal tersebutlah yang menjadikan daerah ini menjadi unik dan disoroti masyarakat banyak.
Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sesungguhnya latar belakang terbentuknya kota tersebut. Untuk itu kami sengaja menurunkan tim ekspedisi guna mencari informasi dari berbagai sumber terpercaya termasuk tokoh masyarakat yang tahu banyak akan sejarah daerah tersebut.
Akhirnya, terdapat dua versi mengenai latar belakang terjadinya atau terdapatnya masyarakat Pedamaran. Ada yang bilang asal usulnya dari Meranjat namun ada pula yang bilang dari Pulau Jawa. Namun apapun itu inilah kekayaan budaya yang harus dibanggakan.

Berasal dari Meranjat
Versi ini menyebutkan bahwa masyarakat Pedamaran pada mulanya berasal dari daerah Meranjat, sekarang terletak di Kabupaten Ogan Ilir (OI) sekitar dua jam perjalanan mobil.
Orang-orang meranjat datang ke daerah ini (yang nantinya terkenal dengan daerah Pedamaran, Red) untuk mencari atau mengelolah pohon damar. Mereka kemudian menetap di daerah ini dan seiring dengan perubahan waktu daerah ini pun kemudian dinamai Pedamaran (tempat untuk mendamar, Red).
Konon menurut cerita daerah tempat menunggu damar atau orang yang datang dari meranjat di sebut dengan Desa Serinanti, sedangkan Desa Sukadamai adalah suatu tempat yang dulunya digunakan untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih.
Pedamaran berasal dari meranjat juga terlihat dari beberapa kesamaan bahasa yang mereka gunakan, namun bahasa Pedamaran seiring bertambahnya waktu, bahasanya juga terus berkembang, tidak demikian dengan bahasa yang ada di Meranjat. Perbedaan signifikan pada kedua bahasa tersebut, terdapat pada logat bahasanya,
Orang-orang Meranjat dalam menggunakan bahasanya biasanya diliuk-liukan, sedangkan orang pedamaran nada bicaranya tegas dan keras. Menurut salah satu sumber hal ini terjadi karena pada zaman dahulu di Pedamaran penduduknya masih jarang dan banyak hutannya, sehingga tidak mungkin mereka bicara dengan cara diliuk-liukan sebagaimana bahasa meranjat aslinya. Kebiasaan mereka berbicara keras dan tegas telah berlangsung puluhan tahun sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Padamaran dari Jawa
Menurut versi kedua masyarakat Pedamaran itu berasal dari Jawa, namun belum tahu pasti Jawa bagian mana. Yang jelas, menurut informasi mereka datang dari Samudera Pasai.
Singkat cerita pendatang dari Jawa itu (sebut saja demikian) datang menggunakan perahu dan ketika memasuki sungai Babatan perahunya pecah dan tenggelam ke dasar sungai, orang-orang yang berhasil menyelamatkan diri kemudian bermukim di daerah tersebut.
Konon katanya sebagai bukti bahwa masyarakat Pedamaran berasal dari Jawa, yaitu dengan ditemukannya sebilah keris yang di badan keris tersebut terukir tulisan jawa kuno. Kononnya lagi, katanya keris itu kini tersimpan di salah asatu museum yang ada di Palembang.
Sebenarnya sudah ada tokoh masyarakat setempat yang pernah menuliskan asal usul terbentuknya Padamaran ini. Namun sayangnya tokoh tersebut sudah meninggal dunia, dan sayangnya hasil karya tersebut hilang.(Dafri Yozhari)

TAEKWONDO

Taekwondo (juga dieja Tae Kwon Do, Taekwon-Do) adalah olahraga bela diri asal Korea yang juga populer di Indonesia, olah raga ini juga merupakan olahraga nasional Korea. Ini adalah seni bela diri yang paling banyak dimainkan di dunia[rujukan?] dan juga dipertandingkan di Olimpiade.

Dalam bahasa Korea, hanja untuk Tae berarti "menendang atau menghancurkan dengan kaki"; Kwon berarti "tinju"; dan Do berarti "jalan" atau "seni". Jadi, Taekwondo dapat diterjemahkan dengan bebas sebagai "seni tangan dan kaki" atau "jalan" atau "cara kaki dan kepalan". Popularitas taekwondo telah menyebabkan seni ini berkembang dalam berbagai bentuk. Seperti banyak seni bela diri lainnya, taekwondo adalah gabungan dari teknik perkelahian, bela diri, olahraga, olah tubuh, hiburan, dan filsafat.

Meskipun ada banyak perbedaan doktriner dan teknik di antara berbagai organisasi taekwondo, seni ini pada umumnya menekankan tendangan yang dilakukan dari suatu sikap bergerak, dengan menggunakan daya jangkau dan kekuatan kaki yang lebih besar untuk melumpuhlan lawan dari kejauhan. Dalam suatu pertandingan, tendangan berputar, 45 derajat, depan, kapak dan samping adalah yang paling banyak dipergunakan; tendangan yang dilakukan mencakup tendangan melompat, berputar, skip dan menjatuhkan, seringkali dalam bentuk kombinasi beberapa tendangan. Latihan taekwondo juga mencakup suatu sistem yang menyeluruh dari pukulan dan pertahanan dengan tangan, tetapi pada umumnya tidak menekankan grappling (pergulatan).